The New Leader
Pemimpin

Home

Pemimpin | organisasi | Kesuksesan | manajemen | Potensi | Customer Accolades | Tips | New Page Title

This is our opportunity to list and describe the different services we offer.

 

Pemimpinan-Manajemen: Berhati pelayan

"Tanpa kepemimpinan, organisasi tidak dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang berubah cepat. Namun, jika pemimpin tidak memiliki hati melayani, maka hanya ada potensi untuk bangkitnya sebuah tirani," demikian, antara lain, pesan Kotter & Heskett dalam Corporate Culture and Performance (1992). Kalimat pendek itu menegaskan kembali adanya hubungan yang sangat erat antara kepemimpinan (leadership) dengan pelayanan (service). Agar seorang pemimpin sejati tidak beralih wujud menjadi tiran dan/atau diktator yang suka memaksakan kehendak kepada konstituen yang mengikutinya, maka perlu dipastikan bahwa ia memiliki hati yang melayani.

Kotter & Heskett tidak mengajarkan hal yang sama sekali baru. Sebab bila kita mempelajari dengan seksama berbagai konsep kepemimpinan yang berkembang dalam 50 tahun terakhir, maka akan kita temukan bahwa konsep kepemimpinan yang melayani pernah digagas secara lebih mendalam oleh Robert K. Greenleaf, mantan eksekutif AT&T dan dosen di berbagai universitas terkemuka seperti MIT dan Harvard Business School, yang juga peneliti dan konsultan terkenal di Amerika. Dalam karyanya The Servant as Leader (1970) --yang mendapat sambutan hangat dan pujian tokoh-tokoh sekaliber Scott Peck, Max DePree, Peter Senge, dan lainnya-- Greenleaf antara lain mengatakan, " the great leader is seen as servant first, and that simple fact is the key to his greatness".

Perhatikan bahwa Greeleaf menekankan "servant first" dan bukan "leader first". Seorang pemimpin besar melihat dirinya pertama-tama dan terutama sebagai pelayan dan bukan pemimpin. Ia pemimpin juga, tentu. Namun hatinya terutama dipenuhi oleh hasrat melayani konstituennya. Artinya, jabatan kepemimpinan diterima sebagai konsekuensi dari keinginan untuk melayani konstituen dan bukan untuk kepentingan egoistik dan selfish.

Bila dirunut lebih jauh ke belakang, sosok pelayan sebagai pemimpin dapat kita temukan dalam berbagai ajaran pendiri agama-agama besar, terutama Islam dan Kristiani, namun mungkin juga Hindu, Konfusianisme, maupun Buddhisme. Tak seorang pun di antara guru umat manusia itu yang tidak mendemonstrasikan jiwa dan semangat melayani para konstituen yang mengikutinya dengan tulus hati dan setia, tanpa pamrih. Mereka tidak berusaha mengejar jabatan kepemimpinan dulu dan kemudian belajar melayani, melainkan mereka melayani dulu dan kemudian diterima dan diakui sebagai pemimpin.

Jadi, pertama-tama dan terutama mereka melihat diri mereka sebagai "pelayan", khususnya pelayan atau hamba Allah Yang Maha Esa. Dan karena Allah "mengutus" mereka ke dunia, maka mereka demi Allah melayani manusia yang diciptakan Allah itu. Pada titik ini kita melihat bagaimana ajaran-ajaran agama mulai (kembali) ditemukan relevansinya untuk dapat diaplikasikan dalam dunia bisnis dan politik. Berbagai ajaran "sesat" yang membuang agama ke pinggir arena kehidupan terbukti keok di tengah jalan (komunisme adalah contoh yang nyata).

Kita tahu bahwa untuk kurun waktu yang sangat lama, pemimpin acapkali dipahami sebagai suatu jabatan atau kedudukan elit. Dengan demikian, mereka yang menjadi pemimpin dianggap berhak untuk mendapatkan perlakuan istimewa. Bahkan dalam tradisi Barat maupun Timur, pemimpin seringkali dianggap keturunan dewa atau wakil Tuhan yang tak boleh diganggu gugat. Pandangan ini "berhasil' melestarikan status quo raja-raja yang lalim dan sewenang-wenang.

Kita beruntung bahwa dalam perkembangannya 50 tahun terakhir, konsep-konsep kepemimpinan telah dikembalikan ke "jalan yang benar". Pemimpin tidak lagi disakralkan sehingga boleh berbuat semau gue. Jabatan kepemimpinan justru merupakan amanah yang memberikan tanggung jawab besar untuk ditunaikan. Dan jalan yang paling efektif untuk menduduki posisi kepemimpinan adalah melayani orang-orang yang bersedia dipimpin atas dasar suatu konstitusi atau "ajaran" yang disepakati bersama.

Meski demikian, kita masih tetap harus prihatin bahwa sekalipun konsep-konsep kepemimpinan yang melayani telah semakin diterima luas, namun praktek-praktek kepemimpinan yang melayani masih sulit ditemukan. Juga di negeri zamrud katulistiwa ini. Namun, karena pengharapan (hope) adalah salah satu ciri utama orang Berketuhanan Yang Maha Esa (faith), maka baiklah kita pertahankan harapan akan lahirnya pemimpin-pemimpin Indonesia Baru yang melihat dirinya pertama-tama dan terutama sebagai pelayan, pelayan Allah dan sekaligus pelayan bagi manusia-manusia yang diciptakan Allah dimanapun ia (pemimpin itu) ditempatkan.

Bukankah demikian?

*) Andrias Harefa, bekerja sebagai knowledge entrepreneur, learning partner, motivational speaker, dan penulis beberapa buku best-seller terbitan Gramedia Pustaka Utama dan Penerbit KOMPAS.
Beralamat di www.pembelajar.com <http://www.pembelajar.com>
<http://www.pembelajar.com>

* Professional Garment Cleaning

Our Dry Cleaners provides the state of the art technology for cleaning fabrics.

* Wedding Gown Preservation

Our Dry Cleaners is dedicated to preserving your special gown. We dry clean, press, and store it to preserve the beauty.

* Alterations

* Drapes

* Fur and Garment Storage

Our Company * Any Street * Anytown * US * 01234